Masa kanak-kanak adalah masa bermain. Rasa ingin tahunya sangat tinggi terhadap berbagai hal. Bahkan, mereka juga sangat responsif. Jika ada sesuatu hal yang kurang berkenan, dengan jujur mereka utarakan.
Pandemi Covid-19 yang sekarang masih mewabah diseluruh dunia, memaksa sebagian dari mereka harus belajar dari rumah via daring. Pertemuan langsung dengan teman-teman mereka dan latihan fisik-motoriknya kurang terasah. Pasalnya pembelajaran yang sekarang dilakukan via daring kurang efekif bagi siswa TK. Berdasarkan pengalaman, fokus mereka ketika belajar online tidak bisa bertahan lama. Pembelajaran seperti ini hanya cocok sebagai media sharing pengetahuan.
Misalnya, ada seorang murid privat yang memang anaknya aktif dan lebih menyukai mengeksplor benda secara langsung. Jika biasanya materi yang disampaikan pasti sambil bermain dan memegang benda, kini berubah menjadi pembelajaran yang dimainkan secara halu. Berubahlah durasi pertemuan yang dijanjikan satu jam, selang 30 menit saja sudah buyar. Padahal, sudah dikemas secara menarik. Mungkin karena anak sudah bosan dengan hal yang berkaitan dengan internet dan dawai. Mereka lebih memilih belajar langsung bertemu guru.
Disisi lain, pembelajaran daring ini menjadi menjadi tantangan bagi orang tua. Meraka harus menjadi guru sekaligus murid. Yaitu, guru bagi anak mereka dan murid jika diberi tugas oleh guru asli di sekolah. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran daring ini tergantung bagaimana aktifnya peran orang tua di rumah. Jangan sampai perkembangan anak itu lamban karena pandemi atau bisa sangat jauh tertinggal dari target pembelajaran.
Pertanyaan mendasarnya berubah menjadi “bagaimana pendidikan beradaptasi dengan baik ditengah pandemi?” Guru, sebagai tokoh utama yang transfer knowing pertama juga harus ekstra. Guru harus lebih kreatif dalam menyiapkan pembelajaran dengan mengacu pada nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 137 tahun 2013. Diingatkan lagi, harus tersampaikan dengan baik dan menarik. Jika diperhatikan, guru di daerah dengan guru di kota berbeda. Guru di daerah mayoritas minim melek teknologi tak seperti kota. Aji mumpung bagi anak-anak yang malas belajar, Covid-19 dianggap sebagai libur panjang. Karena sama-sama kurang melek teknologi.
Beberapa saluran bantuan nampaknya kurang memerhatikan nasib guru honorer. Kuota internet yang dikeluarkan oleh mereka tak sebanding dengan gaji yang mereka dapat. Semoga pandemi cepat berlalu dan anak-anak kembali berkumpul. Pastinya, tidak secara daring.
Penulis sebelumnya pernah menjadi guru privat prasekolah dan guru IPS/Sejarah Indonesia di Alkenzie Bina Sarana Cendikia Bandung 2018-2021